Jakarta, Akibat pembajakan, para anggota dari aliansi perusahaan software BSA (Business Software Alliance) di Indonesia dinyatakan rugi sebesar US$ 3.119.375 atau setara dengan Rp 28 miliar. Hal itu turut mengakibatkan negara ikut merugi Rp 2,8 miliar.
Hal itu terungkap berdasarkan Data Singkat Temuan Pembajakan Piranti Lunak Maret 2006 yang dilampirkan BSA pada detikINET, Minggu (21/5/2006).
Perkiraan jumlah kerugian itu didapat dari hasil sitaan berbagai jenis software anggota BSA seperti Adobe, Autodesk, Borland, Cisco System, Macromedia dan Microsoft, di beberapa mal di Jakarta.
Dari temuan sekitar 7.750 keping CD bajakan di bulan Maret saja, belum termasuk April, BSA menyatakan total kerugian yang diderita anggotanya sebesar US$ 3.119.375 atau ekuivalen dengan Rp 28 miliar.
Sedangkan efek dari kerugian itu turut berpengaruh pada pendapatan pajak negara. BSA menyatakan total kerugian yang diderita negara sebesar US$ 311.939,5 atau setara dengan Rp 2,8 miliar.
Kronologis Penyitaan
Pada 18 April 2006, Bareskrim Mabes Polri kembali melakukan kegiatan penindakan terhadap sebuah toko di Mal Ambassador berinisial PMC. Dari toko yang berlokasi di lantai dasar Mal tersebut, didapatkan kurang lebih 1.500 keping CD program-program bajakan.
Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari kegiatan penindakan (raid actions) sebelumnya yang telah dilakukan Bareskrim Mabes Polri sejak awal 2006. Pada kegiatan sebelumnya, pihak Bareskrim Mabes Polri melakukan penindakan terhadap beberapa toko yang terletak di Mall Ambassador dan Ratu Plaza. Kedua tempat tersebut merupakan salah satu tempat perdagangan perangkat lunak ilegal, selain Dusit Mangga Dua, Pinangsia, dan Mangga Dua Mal.
Penindakan pertama yang dilaksanakan pada 16 Maret 2006 menargetkan dua toko, GS dan S&W di Mall Ambassador. Dalam operasi tersebut, pihak penyidik dari Bareskrim Mabes Polri berhasil mengamankan sekitar 7.000 keping CD perangkat lunak bajakan. Pada bulan yang sama, tepatnya 24 Maret 2006, pihak kepolisian kembali melakukan operasi penindakan ke toko R yang berlokasi di lantai tiga Ratu Plaza. Sekitar 750 keping CD program bajakan disita pihak berwajib.
Dalam kegiatan penindakan tersebut, pihak penyidik berhasil menyita berbagai jenis software anggota BSA, antara lain adalah program Adobe, Autodesk, Borland, Cisco System, Macromedia dan Microsoft. Di pasaran, program-program bajakan tersebut dijual dengan harga kisaran antara Rp 20.000 sampai dengan Rp 25.000.
Saat ini, pihak kepolisian sedang dalam proses menyelesaikan pemberkasan atas para tersangka (pemilik toko) dan satu berkas perkara yaitu atas pemilik toko di Ambasador Mall telah diserahkan oleh pihak Kepolisian kepada Kejaksaan Tinggi. Kasus ini ditangani oleh Direktorat II Ekonomi dan Khusus, Unit Industri dan Perdagangan Mabes Polri.
Jika terbukti bersalah, pemilik toko dapat dikenakan UU HaKI No. 19 Tahun 2002, Pasal 72 paragraf 2, dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan/atau denda maksimal Rp500.000.000.
Rugikan Negara
Farouk Cader, perwakilan BSA Indonesia, turut memuji komitmen kuat dari pemerintah dalam melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia.
"Dalam mendukung usaha mereka ini, BSA akan terus berkerja sama dengan pemerintah Indonesia dan pihak berwajib untuk mengedukasi pembeli dan penjual perangkat lunak mengenai keuntungan penggunaan perangkat lunak yang legal dan melindungi konsumen dari tindakan yang melawan hukum," tuturnya dalam keterangan tertulis.
"Kami harus mendidik pemakai dan penjual software untuk memperlakukan software sebagai aset. Adanya pelanggaran terhadap HaKI melalui distribusi dan penjualan piranti lunak bajakan atau palsu adalah tindakan yang melanggar hukum," tambah Farouk.
Tingkat pembajakan di Indonesia, menurut Studi Tahunan BSA dan lembaga riset IDC tentang Pembajakan Perangkat Lunak pada 2005, dinilai sangat memprihatinkan dimana sekitar 87 persen dari perangkat lunak yang di-instal merupakan program bajakan.
"Pembajakan perangkat lunak sangat merugikan negara, karena para pembajak tidak membayar pajak, dan menghambat pertumbuhan industri perangkat lunak dan TI lokal secara menyeluruh. Ini juga dapat membuat para investor asing mengurungkan niatnya untuk menanamkan modalnya ke Indonesia," keluhnya.
Sebuah studi yang diselenggarakan baru-baru ini oleh IDC, menemukan bahwa industri teknologi informasi (TI) di Indonesia bernilai US$1 miliar dan pengurangan sebesar 10 poin terhadap tingkat pembajakan tersebut dapat memacu pertumbukan industri TI di Indonesia sampai dengan US$2,4 miliar di 2006.
Pertumbuhan tersebut, menurut IDC, akan dapat menciptakan kesempatan baru bagi para wiraswasta Indonesia, peluang kerja baru bagi tenaga kerja Indonesia dan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Comment:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar anda, atau tamba informasi anda jika ada.