JAKARTA, KOMPAS.com — Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pembiayaan perubahan iklim, George Soros, meminta Indonesia membentuk lembaga khusus pengelola dana perubahan iklim internasional. Lembaga ini bertujuan menampung dana yang dimobilisasi dunia internasional untuk membiayai program pencegahan perubahan iklim di sektor kehutanan.
Soros mengusulkan Indonesia membentuk lembaga khusus untuk mengelola dana internasional.
Soros, investor kelas kakap asal Amerika Serikat, menyampaikan hal ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan di Istana Merdeka, Senin (10/5/2010). Presiden Yudhoyono didampingi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
"Soros mengusulkan Indonesia membentuk lembaga khusus untuk mengelola dana internasional yang dimobilisasi ke Indonesia sebagai upaya dari pencegahan perubahan iklim di sektor kehutanan," kata Menhut seusai pertemuan.
Soros ditunjuk sebagai utusan PBB setelah pembicaraan mengenai pembiayaan dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim mengalami kegagalan pada konferensi perubahan iklim PBB di Kopenhagen, Denmark, Desember 2009.
Soros mendapat tugas dari PBB memecah kebuntuan itu dan memobilisasi dana negara maju kepada negara-negara pemilik hutan. Selain negara maju, dana yang akan dimobilisasi juga akan datang dari penambahan biaya tiket penerbangan sebesar 5 persen yang mana 2,5 persen di antaranya akan disetor ke lembaga pengelola dana iklim yang dibentuk negara pemungut.
Menurut Zukifli, Soros mengusulkan agar lembaga pengelolaan dana pencegahan perubahan iklim tersebut tidak di bawah pemerintah. Lembaga tersebut juga berisi perwakilan para pemangku kepentingan yang terlibat untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi.
"Lembaga tersebut dibentuk dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan perwakilan dari pihak internasional. Dana yang ada bisa digunakan untuk membiayai program-program yang kami jalankan," ujar Zulkifli.
Program yang dimaksud adalah restorasi ekosistem yang terkait dengan pencegahan pembalakan liar, pencegahan kebakaran hutan, pengelolaan lahan gambut, dan pengurangan penggundulan hutan.
Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto menjelaskan, sedikitnya 1,18 juta hektar kawasan hutan yang didominasi lahan gambut layak didanai oleh lembaga baru tersebut. Lahan ini tersebar di Jambi seluas 85.000 hektar, Kalimantan Tengah 565.000 hektar, Kalimantan Barat 39.000 hektar, dan Papua 500.000 hektar.
"Lahan tersebut adalah kawasan hutan yang open access (bekas HPH) sehingga butuh penanganan untuk mencegah pelepasan karbon," ujar Hadi.
Pada konferensi di Kopenhagen, negara-negara maju berkomitmen untuk mengalirkan dana sedikitnya 3,5 miliar dollar Amerika Serikat sampai 2012 terkait pencegahan perubahan iklim. "Indonesia menantang dunia internasional untuk membuktikan komitmennya dalam pencegahan perubahan iklim," tandas Hadi.
Source:
http://internasional.kompas.com/read/2010/05/10/1927510/George.Soros.Temui.Presiden.SBY
0 Comment:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar anda, atau tamba informasi anda jika ada.